Rabu, 05 Mei 2010

Fobia, Normalkah itu?

Setiap orang memiliki rasa takutnya sendiri terhadap sesuatu. Rasa takut ini pun bermacam-macam, mulai dari takut pada binatang menjijikan seperti kecoak atau ular, sampai yang aneh-aneh seperti takut pada angka ataupun takut pada badut seperti Micky Mouse. Sebenarnya normalkah rasa takut seperti itu? Menurut para ahli, orang akan merasa takut jika menemukan situasi atau obyek yang membahayakan dan mengancam keselamatan jiwa. Misalnya jika kita melihat harimau, kita akan merasa lebih takut daripada saat berhadapan dengan kelinci.

Rasa takut sendiri adalah hal yang wajar dan sangat manusiawi karena merupakan reaksi otomatis dari tubuh dan jiwa yang bereaksi terhadap bahaya. Rasa ini sendiri bisa berguna sekaligus bisa menghambat aktivitas kita. Kita bisa menggunakan rasa takut sebagai modal untuk menghindarkan diri dari bahaya dengan mengantisipasi kejadian yang tidak menyenangkan. Misalnya karena takut tidak bisa memenuhi tenggang waktu, akhirnya kita berusaha untuk berkonsentrasi penuh dan menyelesaikan tugas sampai selesai hari itu juga. Sedangkan rasa takut yang menghambat itulah yang dinamakan fobia.

Apakah Fobia itu?
Fobia adalah reaksi menghindar yang berakar dari rasa takut berlebihan terhadap suatu obyek yang secara rasional tidak berbahaya. Penderita fobia akan merasa tidak nyaman dan mengalami hambatan dalam aktivitas produktifnya baik di sekolah, di lingkungan masyarakat, dalam hubungan, ataupun dalam pekerjaan.
Secara garis besar, fobia terdiri atas tiga kategori. Specific phobia yaitu rasa takut yang muncul terhadap obyek yang jelas, agoraphobia yaitu rasa takut berada di tempat umum, dan social phobia yaitu rasa takut terhadap kehadiran orang lain yang mungkin akan menilai atau mengkritisi perilaku dan penampilan kita.
Menurut penelitian para ahli, 3% kasus fobia adalah jenis fobia spesifik. Obyek fobia yang paling umum adalah binatang, ketinggian, ruangan sempit dan tertutup, perjalanan dengan pesawat terbang, darah, dan suntikan. Penyebabnya sendiri bisa juga dari pengalaman langsung atau melihat pengalaman orang lain yang mengakibatkan reaksi dan perasaan tidak menyenangkan pada diri kita. Fobia juga bisa muncul karena pembelajaran terhadap perilaku orang lain, misalnya orang tua kita takut gelap, kebiasaan takut gelap itu ditiru oleh anak-anaknya sehingga satu keluarga itu punya persepsi buruk terhadap gelap.

Bisa Disembuhkan
Namun rasa takut berlebihan ini ternyata bisa disembuhkan. Namun sebaiknya mintalah bantuan ahli karena dibutuhkan terapi dan pengobatan. Terapi dilakukan dengan mengajak penderita fonia mengubah pola pikir terhadap obyek fobia. Mereka dilatih untuk berpikir bahwa yang ditakuti itu sebenarnya aman atau ketakutan mereka semestinya tidak sebesar itu. Setelah pola pikir diperbaiki, mereka akan diajak untuk mengalami langsung obyek fobia tersebut, istilahnya desensitisasi.
Terapi tanpa pengobatan malah dianggap tidak efektif karena tidak akan mengurangi rasa takut dalam diri seseorang. Jadi tetap diperlukan bantuan pengobatan untuk menurunkan rasa cemas dan takut sehingga penderita bisa mengontrol perilaku dan pola pikirnya lebih baik. Dengan penggunaan obat, efek terapi menjadi lebih efektif.

Jangan Didiamkan
Kamu punya rasa takut yang tidak beralasan namun enggan mencari pertolongan? Jangan biarkan diri kamu menjadi rugi sendiri. Hilangkan rasa enggan tersebut dan cari bantuan untuk mengatasi hal ini. Selama hidup kamu dalam ketakutan, tak akan ada rasa nyaman yang bisa kamu temukan. Jangan sampai kamu menjadi seseorang yang terus minder dan tidak berani berhadapan dengan orang lain. Yang lebih buruk lagi, kualitas hidup kamu bakal terbatas karena tidak bisa mengikuti berbagai aktivitas hanya karena takut.

Sekarang ini di kota-kota besar atau pun kota-kota yang sedang berkembang sudah menjamur yaitu mall-mall yang membuat tempat hiburan keluarga atau pun pribadi menjadi terpusat di mall tersebut. Memang keberadaan mall memberikan para penduduk untuk mencari banyak kebutuhan di satu tempat dan tempat yang nyaman untuk berbelanja. Keberadaan mall di daerah juga membuat penduduk di sana tidak tertinggal dengan kota-kota besar lainnya. Banyak sisi positif yang bisa kita lihat dari keberadaan mall di mana-mana.

Namun juga ada sisi negatifnya yang apakah sudah dapat di tanggulangi oleh pemerintah dan pribadi-pribadi yang menjadi pengunjung. Mall telah memberikan banyak dampak untuk kehidupan masyarakat, dari cara hidup dan barang-barang yang biasa kita beli. Biasanya tidak orang tua, anak-anak, para remaja atau pun sekeluarga akan menghabiskan weekend mereka di mall atau terkadang weekday pun sering datang ke pusat perbelanjaan ini.

Sah-sah saja, itu semua hak setiap orang untuk menentukan mereka akan pergi kemana dan dihari apa pun. Namun pemandangan yang sangat berbeda dari panti-panti asuhan yang ada. Tidak seramai mall, bahkan terkadang tidak ada yang menunjungi panti asuhan atau panti-panti sosial lainnya. Bagaimana kita mesti memikirkan dan melihat hal ini dimana saudara-saudara kita yang tidak beruntung itu membutuhkan sesuatu yang mungkin bisa kita berikan. Hanya sedikit curahan perhatian tidak akan membuat kita merugi, kita hanya bisa menjadi pelopor untuk diri kita sendiri, keluarga, dan lingkungan kita untuk mulai memperhatikan lagi saudara-saudara kita itu. Membagi sedikit kebahagiaan kita yang mungkin akan memberikan kebahagiaan lain yang lebih besar nilainya dari apa yang kita berikan.

Dimana panti-panti sosial memberikan kita pelajaran hidup dan nilai-nilai kehidupan yang begitu berharga dan dimana mall yang lebih berbau kefanaan dan penuh dengan keinginan ego kita semata. Kita harus lebih memikirkan ini matang-matang, agar sesungguhnya kehidupan masyarakat kita jauh lebih baik. Agar kita juga mampu bersatu dalam perbedaan.

So, mulailah mengunjungi panti asuhan di sekitarmu. Mulai dengan sekali waktu dan mengajak teman-teman, keluarga, dan lingkungan mu. Dan berlanjut pada kebiasaan yang baik untuk bisa membantu saudara-saudara kita..

Tak dapat dipungkiri, kemajuan dunia keartisan di Indonesia sangatlah pesat. Banyak sekali artis-artis baru bermunculan di layar televisi maupun di industri rekaman. Apakah yang menyebabkan sepertinya sangat mudah untuk menjadi artis?

Di era 60-an hingga 90-an, menjadi selebriti mungkin adalah hal yang sangat sulit, dikarenakan keberadaan media pada saat itu sangat sedikit. Selain itu, sebelum menjadi bintang film atau apapun penyanyi rekaman, diperlukan dana yang besar dan diperlukan proses screening yang ketat.

Berbeda dengan dewasa ini, hampir setiap bulan pasti masyarakat akan menjumpai wajah-wajah baru dalam sebuah tayangan sinetron, ataupun mendengarkan lagu-lagu dari band pendatang baru di beberapa radio. Sepertinya, saat ini adalah sebuah hal yang mudah untuk masuk ke dalam dunia keartusan dan menjadi idola masyarakat.

Di beberapa kota besar, terutama di Jakarta, kesempatan untuk mendapatkan sebuah peran dalam sinetron sangatlah besar. Karena hampir di setiap mal di Jakarta banyak pencari bakat yang mencari calon bintang baru di sana. Selain itu, proses casting dalam sebuah perusahaan produser film tidak terlalu memperhitungkan kualitas akting mereka, melainkan lebih ke performa fisik dan penampilan.

Memang, saat ini masyarakat yang benar-benar mengerti akan dunia seni, tidak bisa terlalu mengharapkan kualitas akting atau musikalitas yang terbaik dari sajian para pendatang baru tersebut. Karena, sepertinya bukanlah kualitas yang ingin dijual kepada masyarakat luas, melainkan hanyalah kecantikan dan ketampanan wajah saja yang dijadikan parameter bisa menjadi artis atau tidak.

Seharusnya, dengan semakin banyaknya media, adalah salah satu kesempatan bagi para produser musik ataupun film untuk bersaing menyajikan karya yang terbaik dari para talent yang dimilikinya. Namun karena seni saat ini beralih menjadi sebuah industri dan tujuan utamanya adalah profit, maka kuantitaslah yang jadi perhatian, bukan kualitas lagi.

Bagi masyarakat Indonesia yang menjadi konsumen seni tersebut, diberikan kesempatan yang besar untuk bebas memilih, menyukai ataupun tidak apa yang disajikan oleh para produser seni itu. Dan untuk para artis dan musisi baru yang ada mungkin harusnya bisa lebih meningkatkan kualitas seninya. Karena seni adalah identitas, dan ketika identitas tersebut tidak bisa dijaga, maka ini bukanlah sebuah kemajuan, melainkan kemunduran dalam kehidupan seni di Indonesia.

Pemarah itu ada 2 jenis. Pemarah pertama memutar mundur jarum jam, menengok lagi kebelakang adalah seorang pembeli yang memaki-maki hanya karena pelayanan kasir yang sangat lambat. Dan pemarah kedua adalah si kasir sendiri yang terus dimaki-maki – akhirnya menembak si pembeli. Pemarah jenis pertama, yaitu pembeli, adalah tipe manusia yang sangat mudah terpancing emosinya. Tipe manusia ini biasanya sering membesar-besarkan hal kecil, tidak sabaran, dan berkepala panas. Sederhananya emosional gitu. Sementara pemarah jenis kedua, yaitu si kasir, adalah tipe manusia yang lebih suka memendam rasa kesalnya dalam hati. Yup, seperti kita semua tahu, rasa kesal yang terus dipendam tidak ada bedanya dengan menyimpan api dalam sekam. Hanya tinggal menunggu waktu untuk TERBAKAR! Yup, setiap orang, besar atau kecil, tua atau muda, pasti memiliki bakat untuk jadi pemarah. Dan itu wajar. Sebab, seperti juga ginjal di dalam tubuh, marah juga bagian dari 'organ psikis' yang membuatmu jadi manusia sempurna. Tanpa rasa marah, tanpa emosi, rasanya kamu belum lengkap jadi manusia seutuhnya. Bukankah hanya orang gila yang jika dimaki atau diludahi tetap tersenyum dan bahkan tertawa?

So, marah itu penting buat kestabilan jiwa. Masalahnya, apa jadinya kalau kemarahan tersebut meledak ditempat yang salah, pada orang yang salah, dan dengan alasan yang salah pula? Wuih..so pasti bakalan runyam! Nah,sebelum kemarahan meledak, sebelum segala sesuatunya menjadi rumit, coba deh simak point-point berikut.

Untuk apa?
Segala sesuatu pasti dan harus ada sebabnya. So, coba deh memutar mundur jarum jam, menengok lagi kebelakang dan cari tahu apa yang sebenarnya membuatmu marah. Kalau sebabnya begitu sepele ya sebaiknya jangan dipikirkan lagi. Yang pasti, dengan mengetahui sebabnya, setidaknya kamu tidak akan sembarangan marah-marah, tapi marah dengan sebab dan alasan yang jelas.

Punya hak tidak?
Oke, kamu punya alasan untuk marah, tapi apakah kamu punya hak untuk memarahinya? Kalau itu bukan urusanmu dan kalau kamu tidak punya kepentingan apa-apa sebaiknya tidak usah marah-marah. Tidak ada gunanya sok galak.

Benarkah menyelesaikan masalah?
Percaya deh, masalah tidak akan selesai jika dihadapi dengan wajah tegang. Sebaliknya, jika kemarahan seringkali justru membuat masalah jadi semakin keruh. Di dalam kepalami ada otak, maka gunakanlah untuk saling menyayangi. So, dengan konsep berpikir sebelum bertindak dan bertindak berdasarkan nurani, berani jamin tidak akan ada lagi para pemarah yang berkeliaran dibumi ini.

Apa konsekwensinya?
Hati boleh panas, tapi kepala jangan ikutan mendidih. Coba pikirkan baik-baik apa efeknya setelah kemarahanmu meledak. Jika efeknya terlalu merugikan bagi persahabatan, sebaiknya urungkan niatmu untuk marah. Ada harga yang harus dibayar dalam setiap sesuatu, begitu kata pepatah. So, jika kemarahanmu yang sesaat itu harus ditebus dengan harga yang sangat mahal, lebih baik mandi aja. Konon, mandi bisa meredam emosi lho...

Kita selalu membayangkan internet seperti sebuah lautan luasyang dipenuhi banyak sekali mutiara yang menunggu untuk ditemukan. Bagi anak-anak, internet juga bisa menjadi sebuah lautan yang dipenuhi hiu-hiu ganas dalam wujud pornografi. Sebuah hasil survei tentang pornografi di kalangan anak-anak di laporkan oleh lembaga Third Way. Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa anak-anak sangat rentan mengakses situs-situs pornografi sejak 11 tahun. Hal yang lebih mengejutkan lagi, tenyata kalangan terbesar yang paling banyak mengakses situs-situs porno bukanlah remaja dewasa berusia 19-25 tahun, melainkan ABG yang rata-rata berusia 12-17 tahun. Mereka yang masih mencari jati diri itu secara tidak langsung menerima nilai-nilai yang salah, bahwa kecanduan situs pornografi adalah normal dan sudah lumrah.

Banyak diantara mereka yang berubah cara pemikiran dan perilakunya gara-gara sering membuka situs-situs porno. Sikap mereka terhadap gadis-gadis sebayanya pun sudah bergeser 360 derajat. Itu karena pornografi sangat merendahkan derajat kaum wanita. Tidak mengherankan bila orang-orang yang sering mengakses situs porno biasanya hampir tidak punya rasa malu lagi. Pornografi bahkan sudah menjadi bahan tertawaan dalam acara-acara sitkom keluarga. Walaupun seks itu adalah hal yang alami, tetapi industri pornografi tidak pernah bertujuan mendidik orang tentang seks, melainkan mengeksploitasi seks demi alasan komersial belaka.

Akses kepada situs-situs porno juga sangat mudah. Hampir semua situs porno menggunakan sistem yang bisa dimanipulasi oleh siapapun, termasuk anak kecil sekalipun. Biasanya para pengunjung situs-situs porno akan dimintai konfirmasi bahwa berusia minimal 18 atau 21 tahun, tergantung di negara mana mereka tinggal. Tentu saja anak-anak dapat membodohi sistem yang sangat sederhana seperti itu. Lalu ada pula sistem 'porn-napping' yaitu sebuah strategi program internet yang dirancang untuk menjerumuskan anak-anak. Sehingga apabila mereka salah mengeja domain seperti Disneyland, Pokemon, atau Teletubbies, mereka bisa saja langsung terkoneksi dengan beragam situs porno yang tidak karu-karuan. Pada saat ini masih sangat banyak halaman-halaman pornografi yang diposting melalui internet. Semua ini mengarah pada satu pertanyaan besar. Apa yang anak-anak sekarang lihat lewat internet di dalam atau di luar rumah, dan apa rencana kita untuk mengarahkan mereka supaya tidak menjadi pecandu pornografi? Sebab biar bagaimanapun juga, mereka adalah generasi penerus bangsa kita tercinta ini. Relakah kita melihat mereka terjerumus ke dunia pornografi? So...masalah ini tidak bisa cuma urusan pemerintah saja, tetapi tugas kita sebagai kakak-kakaknya.

Eksploitasi seksual dalam video klip, majalah, televisi dan film-film ternyata mendorong para remaja untuk melakukan aktivitas seks secara sembarangan di usia muda. Dengan melihat tampilan atau tayangan seks di media, para remaja itu beranggapan bahwa seks adalah sesuatu yang bebas dilakukan oleh siapa saja, dimana saja. Menurut Jane Brown, ilmuwan Universitas North Carolona yang memimpin proyek penelitian ini, semakin banyak remaja disuguhi dengan eksploitasi seks di media, maka mereka akan semakin berani mencoba seks di usia muda. Sebelumnya para peneliti ini telah menemukan hubungan antara tayangan seks di televisi dengan perilaku seks para remaja. Dengan mengambil sampel sebanyak 1,017 remaja berusia 12 sampai 14 tahun dari negara bagian North Carolina, AS yang disuguhi 264 tema seks dari film, televisi, pertunjukan, musik, dan majalah selama 2 tahun berturut-turut, mereka mendapatkan hasil yang sangat mengejutkan.

Secara umum, kelompok remaja yang paling banyak mendapat dorongan seksual dari media cenderung melakukan seks pada usia 14 hingga 16 tahun 2,2 kali lebih tinggi ketimbang remaja lain yang lebih sedikit melihat eksploitasi seks dari media. Maka tidak mengherankan kalau tingkat kehamilan di luar nikah di Amerika Serikat sepuluh kali lipat lebih tinggi dibanding negara-negara industri maju lainnya, hingga penyakit menular seksual (PMS) kini menjadi ancaman kesehatan publik disana. Pada saat yang sama, orang tua juga melakukan kesalahan dengan tidak memberikan pendidikan seks yang memadai di rumah, dan membiarkan anak-anak mereka mendapat pemahaman seks yang salah dari media. Akhirnya jangan heran kalau persepsi yang muncul tentang seks di kalangan remaja adalah sebagai sesuatu yang menyenangkan dan bebas dari resiko (kehamilan atau tertular penyakit kelamin). Parahnya lagi, menurut hasil penelitian tersebut, para remaja yang terlanjur mendapat informasi seks yang salah dari media cenderung menganggap teman-teman sebaya juga sudah terbiasa melakukan seks bebas. Mereka akhirnya mengadopsi saja norma-norma sosial 'tak nyata' yang sengaja dibuat oleh media.

Hasil penelitian tersebut dipublikasikan dalam jurnal American Academy of Pediatrics, serta sebagian dalam Journal of Adolescent Health. Namun sayangnya, hasil penelitian tersebut belum melihat bagaimana dampak informasi seks di internet pada perilaku seks remaja. Dengan mendapatkan temuan-temuan lain yang lebih konsisten, mungkin kita tak perlu menunggu lama untuk membuktikan bahwa media memiliki peranan penting dalam pembentukan norma seksual di kalangan remaja.

Cinta dilarang, tapi sembunyi-sembunyi! Strategi hantam kromo ini memang bikin semakin ruwet tapi asyik juga. Padahal tingkat kerawanannya lebih besar, ketimbang lewat jalur resmi mengenalkan hubungan yang dijalankan. Remaja cewek yang menjalani pacaran model backstreet, pada umumnya punya tingkat stres yang lebih tinggi dibanding cowoknya. Cara wanita menanggapi masalah menggunakan emosi ketimbang rasio, sangat mempengaruhinya memainkan perasaan. Meski tidak melulu, cewek berperasaan sentimentil. Untuk hal-hal tertentu, cowok bisa saja lebih cengeng, ketimbang perempuan. Cuma, kalau sudah menembus perkara cinta, cewek lebih peka dan emosional menanggapinya. Kalau tidak dikontrol atau ada yang 'mengawasi' bisa-bisa kebablasan yang ujungnya bisa merugikan cewek itu sendiri. Kesensitifan remaja cewek ini, turut berpengaruh pula dalam ia mengambil keputusan. Kalau tidak dibarengi logika, wah ini yang bisa bikin repot. Makanya, cewek lebih banyak mengalami patah hati dengan seabrek kedukaannya ketimbang kaum pria.

Kalau kamu memutuskan untuk backstreet, baiknya kamu pikirkan matang-matang apakah hal ini bisa kamu pertahankan hingga orang tua kamu mengizinkannya di kemudian hari, atau malah bikin kamu sakit hati. Sebab cewek biasanya lebih berani menentang orang tua demi kekasihnya. Tapi banyak pula dari mereka yang akhirnya menelan kekecewaan karena ulah si pacar yang pergi begitu saja. Mulai deh, sikap murung, merokok, atau mencoba bergaul yang tidak sehat, jadi santapan buat melampiaskan kegundahan hati. Pacaran model seperti ini memang butuh stamina lebih ketimbang cara 'normal'. Apalagi kalau hati sudah menyala dengan perasaan cinta yang meletup-letup, kadangkala sulit menggunakan akal sehat. Di saat seperti inilah, kamu memerlukan orang yang kamu percayai untuk membantu kamu memberi peneguhan. Cinta yang cuma dilihat dengan kacamata pink memang terasa indah. Nah, orang-orang kepercayaan kamu inilah, yang mampu melihat itu dengan lensa bening dengan berbagai pertimbangan rasional. Singkatnya, mereka bisa menjadi 'hakim' yang baik, untuk memutuskan pantas tidaknya kamu berhubungan dengannya atau melanjutkan hubungan ini.

So, gimana kamu menentukan orang yang paling baik buat kepentingan kamu yang paling benar. Yang paling aman memang pertama kali adalah minta saran sama orang tua. Cuma, gimana ortu bisa memihak kamu, kalau mereka pun sudah anti dengan pacar kamu. Tak ada yang lain, kakak tercinta, bisa jadi 'penasehat' yang bisa kamu pilih selanjutnya. Kalau pun ini juga mentok, maka sahabatlah jadi sandaran. Repotnya, kalau kamu salah menentukan sahabat yang ternyata tak berpihak dalam kebaikan kamu. Bukannya solusi terbaik yang kamu dapatkan, malah masalah baru yang timbul. Inilah repotnya kalau kamu mengambil cara jalan belakang! Ke sana sini suka mentok dan bikin bete. Apakah perlu ada 'perlawanan'? Selidikilah tentang dia, apakah dia layak kamu perjuangkan hingga orang tua kamu bisa menerima, atau sebaiknya kamu tinggalin. Lihat bagaimana cara dia mencintai kamu dan menghargai kamu sebagai wanita bukan sebagai pacar yang melulu mengandalkan hubungan fisik.

Jangan sampai kamu mengambil keputusan dan berkorban untuk sesuatu yang akhirnya merugikan kamu. Toh kamu sendiri masih muda dan masih punya banyak kesempatan untuk memilih dan dipilh. Kalau tidak bisa sekarang menjadi kekasihnya, kan masih ada kemungkinan di waktu mendatang. Kalau memang dia jodoh kamu, kalian pasti dipertemukan lagi.