Kamis, 29 April 2010

Perampasan yang lazim...

Perampasan? Apa bedanya dengan perampokan? Kenapa saya membuat judul perampasan yang lazim?

Korupsi, itulah yang saya maksud dengan perampasan yang lazim dalam tulisan saya ini. Korupsi sama saja dengan perampokan, pelakunya tidak beda dengan maling, rampok, dan apapun sebutannya. Dalam negara kita korupsi sudah membudaya sekali, dari banyak kalangan dan institusi terdapat kasus-kasus korupsi yang sampai ke publik ataupun yang dapat ditutupi sementara dari masyarakat.

Kenapa korupsi menjadi lazim dalam negara kita? Apalagi dalam institusi negara. Banyak dari pengurus, pegawai dan petinggi dari institusi-institusi negara kita ini yang juga masuk dengan cara yang tidak legal. Tetapi mereka melakukan itu untuk masa depan yang lebih terjamin ketimbang bekerja di perusahaan kecil milik swasta, karena merekapun nantinya akan mendapatkan keuntungan dari para pegawai baru dengan cara yang sama. Maka sebab itu sekarang menjadi pegawai negeri sipil begitu sulit karena harus memiliki modal yang jumlahnya tidak bisa di anggap kecil. Kebudayaan ini terjadi terus menerus entah dari kapan mulainya, tapi yang pasti generasi-generasi baru dari bangsa ini tidak sanggup untuk menghentikan atau menahan dirinya untuk menghentikan kebudayaan yang sangat tidak baik ini.

Bagaimana dengan wakil rakyat yang membela rakyat, bekerja mungkin 36 jam demi kepentingan rakyat? Mereka pun tidak semua bersih dan tidak dapat dikatakan lebih banyak yang berpihak kepada rakyat dibandingkan berpihak dengan kepentingan duniawi dirinya sendiri. Tidak jauh berbeda dengan institusi negara, dewan yang berisi wakil rakyat pun mengalami jalan yang hampir tidak berbeda dengan pegawai negeri di negara kita ini. Untuk menjadi wakil rakyat di dewan, maka seseorang harus mengeluarkan modal yang besar agar dirinya dapat dipilih partai dan rakyat. Bagaimana tidak, hal seperti ini dapat dilihat dengan media televisi yang menyiarkan calon wakil rakyat membagikan uang kepada masyarakat di tempat dirinya dicalonkan. Apakah cara seperti ini masuk akal untuk menjadi wakil rakyat yang baik? Tidak adakah cara lain? Rakyat dapat berasumsi sendiri, namun pilihlah asumsi yang baik. Mereka mengeluarkan uang banyak sekali, namun setelah menjadi wakil rakyat, akan lebih banyak kerugian yang rakyat dapatkan darinya. Hanya uang 50000 rupiah yang diberikan kepada satu orang, namun hak yang di ambilnya lebih dari 50000 rupiah seorang dalam jangka waktu 5 tahun bekerja. Kalau memang mereka ikhlas untuk membagikan uang, kenapa harus menjadi calon wakil rakyat terlebih dahulu?? Rakyat Indonesia harus semakin pintar dalam memikirkan masa depan Republik Indonesia ini.

Korupsi menjadi tindakan nyata dari orang-orang yang tidak dapat mengatur sifat serakahnya, hanya orang-orang yang berada dalam lingkungan yang baik yang dapat menjadi manusia yang berpikiran sehat dan berguna bagi orang lain. Dan mencegah korupsi bukan hanya membuat peraturan dan pengawasan, tapi pencegahan dapat dilakukan sejak dini dari diri sendiri dan untuk lingkungan kita.

Ingat, mengambil uang yang bukan hak kita tanpa sepengetahuan yang berhak berapapun jumlahnya, itu tetap saja korupsi...

0 komentar:

Posting Komentar